![]() |
Semester ini bisa disebut sebagai kebimbangan. Jenuh, sumpek, dan mudah mengubah mood. Bagaimana tidak! Belakangan ini saya merasa bahwa teman bukanlah teman yang hanya berjabatan tangan, bertukar nama, chatting, atau bahkan saling ngobrol. Namun saya mulai paham bahwa teman adalah orang yang hadir ketika kita membutuhkan bantuannya saja. Maka saat itulah kita bisa menyebutnya sebagai teman.
Huh! Lalu mengapa orangtua saya tidak mengajarkan arti teman yang sebenarnya? Apakah saya memang tidak dianjurkan untuk paham apa itu teman?
Saya begitu makan hati ketika ada yang menyebut kalau saya bukan teman. Lalu, saya dianggap siapa? Saya menjalani setiap hari bersama. Bahkan dalam hal apapun juga bersama-sama. Berjuang bersama ketika dalam situasi yang buruk dan memecahkan masalah bersama. Namun, ketika sudah keluar untuk berkompetisi atau yang menjurus pada ego, katanya 'bukan teman' itu berlaku layaknya musuh. Oh saya paham. Tidak semudah itu mengganggap kita sebagai teman. Belum lagi ketika ego dan emosi sudah memuncak dan yang namanya teman? Iya, mereka mengganggap bahwa kita BUKAN TEMAN apalagi keluarga. Heh! jangan harap menyebut kata keluarga disituasi seperti ini. Saya ingin menanyakan. Apakah iri dengan saya? Apakah saya salah? Iyaa, saya memang tidak sempurna. Sayapun juga tidak ingin menjadi orang yang sempurna. Saya tahu bagaimana sikap kalian ketika saya menjadi orang yang introvert. Saya tahu pula ketika saya menjadi orang extrovert. Hmm, nampaknya memang benar kita bukan teman. Bahkan kita baru saja kenal dan belum tau bagaimana karakter yang asli. Oke kita anggap bahwa kita bukan teman dan keluarga. Nampaknya saya terlalu berlebihan kali ya sampai menanggap kalian adalah teman. Atau bahkan terlalu munafik ketika saya mengganggap kalian keluarga.
Rasa keluarga dan bahkan pertemanan tidak akan bertahan lama dan awet ketika semuanya serba topeng dan makeup belaka. Apalagi hanya mengenal dan hanya datang ketika mereka butuh. Hmm rasanya ingin juga menerapkan hal tersebut ke semua yang pernah saya sebut sebagai teman. Mulai sekarang, cukup menyebut kita sebagai teman. Anggap saja saya sebagai sampah. Sesuatu yang penting sesaat kemudian dibuang saja. Lalu kata kalian kita keluarga?
Wih, maaf saya terlalu berkhayal untuk menjadi keluarga.

Komentar
Posting Komentar