Kehilangan




Belakangan ini saya benar-benar geram melihat diri saya sendiri. Entah apa yang merasuki dan meracuni pikiran yang kerap sekali goyah. Dalam mengambil sikap misalnya, kadang saya seolah kehilangan jati diri. Plin plan dan tidak pasti. Iya, itu saya sekarang yang tak kunjung pulih seperti sedia kala. Banyak hal yang ingin saya ceritakan namun bingung kemana saya harus bercerita. Alhasil ini bisa jadi alternatif dengan menulis di blog yang banyak kata menye-menye. Beberapa minggu pertengahan di bulan Agustus ini, saya benar-benar merasa bahwa ini bukan Ivan sebenarnya. Semenjak saya mengenal kata inspirator, saya seakan mulai merasuk kedunia seseorang. Bahkan dunia mereka adalah dunia yang bertolak belakang pada saya. Tidak gampang memang untuk memilih seorang inspirator. Butuh orang yang bisa mensupport entah lewat aura atau perbuatan luhur mereka. Namun, bagaimana seharusnya posisi saya untuk menjadi pengagum inspirator?

Itu benar-benar salah dan menjadi dilema belakangan ini. I see seorang inspirator yang dulu benar-benar menginspirasi lewat tulisan dan biografi hidup dan hingga kini masih tetap sama. Dia seolah-olah air yang mengalir kesana kemari namun tetap kuat menghadapi hujatan-hujatan dari temannya bahkan sekarang dia seolah tidak dianggap memiliki teman. Hidupnya simpel dan berbeda. Seolah-olah tertutup namun ketika dia sudah keluar dari zona nyamannya dia akan meraung seperti singa. Ini adalah inspirator pertama saya dan melihat kehidupannya yang sekarang sedang mewujudkan impiannya membuat saya tetap kagum. Disisi lain, apakah saya harus menjadi orang seperti dia? Ini adalah kebingungan saya yang kerap menjadi dilema ketika saya sadar melakukannya. Saya pernah mencoba untuk menjadi orang dengan karakter yang seperti dia namun hasilnya malah hurt me so deep. Saya gagal dan bahkan seolah-olah tidak enjoy terhadap apa yang sedang saya lakukan. Benar-benar dilema yang tidak dapat saya kendalikan. 

Beberapa bulan inipun saya juga mengalami hal yang sama, saya menemukan teman yang menginspirasi. Seakan semangat terpacu untuk meraih segala kebaikan dan menuju jalan yang lurus kepada Allah. Namun, lagi-lagi saya terjebak dijatidiri. Saya menjadi seperti teman saya dan tidak dapat mengontrol apa yang harus saya lakukan. Itu benar-benar menyakitkan. Disaat semangat saya sudah terbakar namun ujung-ujungnya ketika harus kelelahan dalam semangat itu saya menjadi jenuh dan tidak enjoy karena itu sebenarnya bukan diri saya. Saya ingin banget berubah lewat inspirator-inspirator tadi namun bagaimana langkah yang harus saya lakukan? 

Semakin kesini dan umur yang sudah tidak muda lagi, saya semakin bingung dalam jatidiri dan memposisikan diri saya di dalam dunia. Saya mencoba untuk bertahan dengan itu tapi tidak dapat dipungkiri bahwa capek, lesu, dan bosan selalu ada. Hmm sulit memang untuk dimengerti bahkan ketika saya menulis inipun saya bingung menyampaikan perasaan yang mengganjal berbulan-bulan ini. Saya hanya berdoa agar selalu diberi enjoy dalam menjalani hidup kedepannya. Sebentar lagi kepala dua sudah tiba dan akan meninggalkan masa-masa remaja penuh alay dan senang-senang. Beberapa tahun lagi juga akan mendekati masa-masa berkeluarga. Saya mungkin berfikir terlalu jauh namun faktanya teman-teman saya sudah melakukan itu semua diusia 25 keatas. Itu berarti 5 tahun lagi adalah masa-masa tenggang untuk bersenang-senang. Hmm siapa yang tau umur hanyalah Allah. Kita cukup menjalaninya. 5 tahun adalah waktu yang cukup singkat. Lalu, sampai kapan saya kehilangan jati diri seperti ini? Bagaimana saya bisa survive nanti? Hmmm....

----

Komentar