Masihkah Seribu Sungai ?


                                  Kota seribu sungai, ya itulah kota Banjarmasin. Kota dengan tingkat penduduk tertinggi dan terpadat di Kalimantan Selatan ini di kelilingi dan diisi dengan kondisi alamnya yang notabene rawa dan sungai kecil maupun besar. Kota ini di belah oleh 1 sungai besar yaitu sungai Martapura yang bermuara di sungai terbesar di Indonesia yaitu sungai Barito. Sungai bagi masyarakat kota Banjarmasin sudah menjadi bagian hidup terutama sebagai mata pencaharian dan jalannya transportasi air. Sungai di kota Banjarmasin umumnya mengalami pasang surut. Termasuk rawa yang mendominasi juga di kota Banjarmasin ini. Hal itu dipengaruhi dekatnya kota Banjarmasin dengan Laut Jawa yang terletak di sebelah selatan kota ini. Selain itu kota ini juga terletak 1 meter dibawah permukaan air laut.
                                  Kota ini sekarang mulai memiliki banyak masalah contohnya pembangunan rumah yang berada di pinggir sungai dengan cara menguruk sungai atau rawa. Hal itu tentunya akan mematikan fungsi sungai dan mempersempit DAS atau Daerah Aliran Sungai. Hasilnya biota sungai terancam populasi nya dan sungai mulai sempit sehingga kelotok (perahu suku banjar) tidak dapat lewat. Pembangunan rumah atau perkantoran dengan cara menguruk lahan sungai atau rawa tentunya menyalahi peraturan daerah no 27 tahun 2012 tentang pembangunan rumah panggung. Ya, rumah panggung mulai disarankan oleh pemerintah daerah kota Banjarmasin sebagai upaya untuk mempertahankan serta melestarikan sungai dan rawa yang menjadi urat nadi masyarakat Kota Banjarmasin. Tetapi nampaknya banyak masyarakat yang melanggar aturan ini. Diperlukan kesadaran dan hukuman/sanksi yang lebih tegas dari pemerintah untuk mengatasi perilaku yang berdampak negatif pada lingkungan seperti ini. Seperti contoh di daerah Sungai Miai, dahulu sungai ini bisa dilewati jukung (perahu dayung suku Banjar) sekarang kondisinya mulai menyempit. Kasus serupa juga terjadi di sepanjang jalan veteran. Dulu sungai ini juga bisa dilewati jukung maupun kelotok, tapi seiring pesatnya pembangunan serta kurangnya kesadaran dan dampak positif yang berkelanjutan kini sungai ini menyempit bahkan hingga sampai tinggal 1 meter saja lebarnya. Hal lebih miris dan tragis terjadi di komplek HKSN Banjarmasin Utara. Sungai yang mulai dari kantor kecamatan Banjarmasin Utara ini semula nampak bagus,rapi, dan bersih penuh dengan bunga teratatai yang bermekaran indah. Tapi setelah berjalan sekitar 200 meter sungai ini habis karena diuruk dan didirikannya bangunan. Padahal sungai ini lumayan lebar dan apabila tidak diuruk dan diteruskan ke muara sungai Alalak, nampak lebih bagus dan terlihat rapi. Jadi, apakah kota ini masih diberi julukan Kota Seribu Sungai ??

Komentar